This is not Scam Alias Bukan Jebakan Batman
Search This Blog
Senin, 16 Mei 2011
Gong Xi Fat Choi Imlek di antara Cinta Gus dur
Do you like this story?
all about making money in twitter,blogger and internet
Tahun Baru Imlek adalah perayaan terpenting bagi warga Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五冥 元宵节 di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti "malam pergantian tahun". Setiap perayaan hari raya apapun agamanya, selalu memuat makna bagi pemeluknya dan juga dirasakan bagi komunitas lain di sekitarnya. Ritme kehidupan keseharian berubah menjadi suatu momentum yang menggembirakan. Ritualisme kultural kemudian memuat dimensi ekonomi. Umat Konghuchu atau ethnik Tionghoa kemanapun mereka merantau akan kembali berkumpul dalam keluarga (puan yuan).
Imlek |
Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api. Meskipun penanggalan Imlek secara tradisional tidak menggunakan nomor tahun malar, penanggalan Tionghoa di luar Tiongkok seringkali dinomori dari pemerintahan Huangdi. Setidaknya sekarang ada tiga tahun berangka 1 yang digunakan oleh berbagai ahli, sehingga pada tahun 2009 masehi "Tahun Tionghoa" dapat jadi tahun 4707, 4706, atau 4646.
Dirayakan di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Jepang (sebelum 1873). Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi suku Han yang signifikan, Tahun Baru Imlek juga dirayakan, dan pada berbagai derajat, telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari negara-negara tersebut.
Menyambut Imlek 2560, berbagai persiapan dilakukan dalam keluarga dan di lingkungan komunitas Tionghoa. Makan malam bersama menjadi tradisi spiritual dan melembaga dalam keluarga. Ikan dingkis yang bertelur dengan harga raturan ribu perkilo menjadi menu utama. Buah jeruk Mandarin menjadi penghias dan buah penanda Imlek, berbagai ukuran dan rasa kue bakol disajikan. Rumah-rumah dihiasi dengan pernak-pernik Imlek. Budaya memberi dalam bentuk angpao berwarna merah memeriahkan suasana yang kemudian kertas merah ini digantung di pohon angpao (yin liu). Lima belas hari dalam suasana berbahagia sampai ke-15 Imlek (cap go me) juga dirayakan memaknai spiritualitas dan ritualitas hari esok yang diharapkan lebih baik. Gambar dewa uang si pembawa rezeki selalu disucikan. Dilakukan aksi bersih-bersih di tempat ibadah maupun rumah, agar murah rezeki dan keberuntungan usaha. Ramalan peruntungan di tahun 2009 melalui sio kelahiran memberikan makna tersendiri agar hidup semakin hati-hati.
Imlek memang tahun baru Tionghoa. Tapi kalimat “gong xi fa cai”, yang banyak terdengar atau ditempel di selama Imlek yang tahun ini jatuh pada Senin (26/1), bukan berarti “selamat tahun baru”.
Seperti ditulis koran Daily Express, yang sebagian besar pembacanya puak Cina di Sabah, Malaysia, “gong xi fa cai” itu berarti “selamat dan semoga sejahtera”.
Kadang tulisan “gong xi fa cai” ditulis dengan cara lain karena beda ejaan dan dialek. Misalnya saja “keong hee huat chie” (Hokkien), “kung hei fat choi” (Kanton atau Hongkong), atau “kung hei fat choi” (Hakka).
Meski tulisannya tampak jauh dari dialek lain, tapi cara membaca “Gong Xi Fa Cai” tidak jauh berbeda dengan yang lain yakni: “kung shi fa tsai”. Ini karena huruf “g” di ejaan resmi itu dibaca “k”, “x” dibaca “sh”, dan “c” dibaca “ts”.
Sebagai perbandingan, kata “kungfu” yang biasa di kenal di Indonesia, dalam ejaan resmi Mandarin menjadi “Gongfu”.
“Gong xi fa cai” itu menggunakan bahasa Mandarin dengan Hanyu Pinyin, ejaan huruf Latin yang dipakai resmi di Cina, Taiwan, dan Singapura. Sedang dialek lain menggunakan ejaan tidak resmi Wade-Giles.
Untuk anak-anak, ucapan yang digunakan lebih panjang lagi. Mereka akan mengatakan “gong xi fa cai, hong bao na lai” (kung shi fa tsai, ang pao na lai) yang berarti “selamat dan sejahtera, bawakan saya ang pao”. Bagi anak-anak Tionghoa, Imlek itu seperti Lebaran, saatnya mengumpulkan angpao.
Ucapan “gong xi fa cai” saling dipertukarkan saat Imlek sejak ribuah tahun yang lalu. Ingat saja, penanggalan Cina sekarang sudah berusia 26 abad, lebih tua enam abad dibanding penanggalan Masehi.
Selamat hari raya Imlek bagi yang merayakan. Begitu istimewa perayaan Imlek kali ini, yang tepat pada 14 Februari 2010, bersamaan dengan Hari Kasih Sayang, Valentine's Day. Berkat kasih sayang dan perjuangan (alm) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) semasih menjabat presiden ke-4 Republik Indonesia, warga etnik Tionghoa di Indonesia bisa merayakan Imlek dengan terbuka tanpa ancaman.
Setiap perayaan Imlek, secara tidak langsung, telah membuka kembali sejarah kelam etnik Tionghoa di negeri ini yang mempunyai akar historis sejak masa sebelum kedatangan bangsa Eropa, terutama pada masa kolonial. Jejak kelam ini sangat kuat mengakar, bahkan dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno dengan menandatangani perjanjian dengan Republik Rakyat China (RRC) pada 22 April 1955. Perjanjian menghasilkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1958 tentang Dwikewarganegaraan. Semua etnik Tionghoa di Indonesia secara tidak langsung sudah menjadi atau harus memilih menjadi warga negara Indonesia.
Maka perayaan Imlek kali ini dituntun peka terhadap realitas sosial kebangsaan yang sedang tergonjang-ganjing dengan ketidakadilan yang terjadi dewasa ini. Diharapkan etnik Tionghoa semakin cinta terhadap bangsa ini. Ketidakadilan yang pernah dialami etnik Tionghoa pada rezim Orde Baru dengan memakai hukum sebagai media untuk mendiskriminasikan etnik Tionghoa di Indonesia dilakukan secara sistemik. Di antaranya, Tap MPRS RI No XXVII/ MPRS/1966 yang memberangus hak budaya.
Namun, pada titik klimaksnya, (alm) Abdurrahman Wahid ternyata mampu menembus "tembok besi" diskriminasi itu. Kebijakan-kebijakan yang sifatnya menjerat kebebasan etnik Tionghoa di Indonesia berhasil dicabut untuk keadilan bersama jangka panjang. Di antaranya, (i) Keppres No 56/1996 tentang Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI); (ii) Keppres No 6/2000 tentang Pencabutan Inpres No 14/1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina; (iii) Inpres 26/1998 tentang Penghapusan Penggunakan Istilah Pri dan Non Pri; (iv) Kepres No 19/2002 tentang Ditetapkannya Hari Tahun Baru Imlek sebagai Hari Nasional.
Imlek adalah salah satu unsur eksotisme tradisi yang dilahirkan dari kebudayaan etnis Tionghoa sebagai penganut mayoritas agama Konghucu, yang telah lama mengakar di Nusantara. Kemeriahan Imlek meniscayakan bahwa bangsa Indonesia memang bangsa yang pluralisme-multikultur dan sekaligus mengingatkan kita bahwa sejarah etnik Tionghoa pernah terombang-ambing hampir separuh perjalanan bangsa ini.
Gairah perayaan Imlek 2560 meredupkan sesaat krisis global 2009 ditataran lokal. Jeda krisis finansial terjadi karena adanya geliat ekonomi dari animo Imlek (sienci). Di Kota Batam yang berpenduduk 908.882 jiwa diestimasi ”88.888” warga merayakan ”Lunar New Year” ini. Di Maha Vihara Duta Maitreya akan diadakan open house bagi kaum vegetarian. Di malam hari akan berdentum di mana-mana pesta kembang api dan petasan.
Malam warga bersembahyang, mendoakan agar besoknya hari hujan, karena hujan membawa kehidupan dan keberkahan alam dan seisinya. Tanglong berwarna merah atau lampion berbagai bentuk menjadi lentera tipikal yang selalu juga lantera ini dihiasi dengan huruf China kemudian digantung sebagai tanda keberuntungan (hoki). Di mana-mana Tua Pekong berbenah merayakan tahun baru Imlek 2560 (26 Januari 2009). Membangun spiritualitas diri ditandai pula dengan pembakaran hio kerbau raksasa misalnya di Klenteng Tua Pek Kong Windsor. Permainan barongsai diikuti dengan musik oriental. Di Tanjungpinang, gairah Imlek menyemarakan suasana kota. Gapura Imlek di Tanjungpinang dipenuhi lampu warna warni suatu kawasan Pecinan lama (China Town)-Jalan Merdeka, Pasar Ikan, Pelantar 1, 2, 3 dan ada dikenal pula ”Pelantar Mami” bahkan semenjak zaman Belanda. Pasar malam Imlek sebagai objek wisata religus dan penguat komunitas sosial di Tanjungpinang identik dengan pasar rakyat. Baba, maknya, dan amoi-amoi semua bergembira.
Berbagai ucapan Gong Xi Fa Cai menjadi lantunan bahasa. Berbagai paket promosi Imlek ditawarkan, beberapa advetorial muncul seperti: ”Kejutan Imlek Hadiah Menarik”. Ada ”Buffet Chinese New Year” (Merqure Hotel), PT Telkom tidak mau kalah mempromosikan paket Angpao Flexi Telkom juga perusahaan seluler AXIS ”Sampaikan Ucapan Selamat Tahun Baru kepada Keluarga dan Kerabat di China dan Hongkong Hanya dengan Rp188 per Menit”. Penawaran khusus ”Happy Lunar New Year” diskon 30 persen foto keluarga oleh Siga Bridal Photo Studio. Bagi yang akan mengganti perabot ada ”Imlek Promosi perabotan oleh PT INDOMAS Furniture”.
Sektor properti juga tidak mahu kalah. Misalnya perumahan Bonavista menawarkan paket promosi Imlek ”The Year of The Ox” 2560. Sekolah juga menjual paket Gong Xi Fa Cai seperti Sekolah Permata Harapan. Hotel Pacific mempersiapkan paket Imlek Bersama T2 di Pacific Palace Discotique. Berbagai pernak-pernik Imlek dijual misalnya di Mega Mall, BCS Mall, DC Mall, Nagoya Hill dan Top-100 atau Top-Plus.
Restoran Golden Prawn juga menawarkan paket Imlek dan tercatat terdapat 358 tamu sudah booking di Hotel Golden View Bengkong ini. Megawisata Ocarina juga menyusun even khusus Imlek. Sebaliknya beberapa kota seperti Batam, Tanjungpinang dan Tanjungbalai Karimun yang denyut nadi ekonomi dikelola oleh etnik Tionghoa mulai 25 sampai dengan 30 Januari 2009 akan sepi karena toko tutup. Sebab, si toke libur dan ”anak buah” mudik Imlek. Budaya pulang kampung mulai ke Moro, Tanjungbatu, Dabo Singkep, Tarempa, Selatpanjang sampai ke Singkawang, Pontianak, Medan, dan lainnya merupakan ”tradisi tahunan Imlek”. Sekali lagi tradisi sosio-kultural Imlek memiliki sisi ekonomi yang tinggi. ”Gong Xi Fa Cai”-”Be happy, go lucky in the Year of the Ox” 2560.
Sekitar masa tahun baru orang-orang memberi selamat satu sama lain dengan kalimat:
- Aksara Tionghoa Sederhana: 恭喜发财 - Aksara Tionghoa Tradisional: 恭喜發財 = "selamat dan semoga banyak rejeki", dibaca:
- "Gōngxǐ fācái" (bahasa Mandarin)
- "Kung hei fat choi" (bahasa Kantonis)
- "Kiong hi huat cai" (bahasa Hokkien)
- "Kiong hi fat choi" {bahasa Hakka)
- "Xīnnián kuàilè" (新年快樂) = "Selamat Tahun Baru"
Kemeriahan Imlek dan Valentine kali ini tidak lepas dari perujungan St Valentino dan Gus Dur yang sama-sama berjuang melalui hak-hak dalam kesetaraan. Namun, bedanya, kalau St Valentino memperjuangkan sifat-sifat dan hak manusiawi untuk memperoleh pasangan agar saling mencintai antara laki-laki dan perempuan bisa berjalan dengan sangat harmonis dan romantis di tengah bayang-bayang ambisi militer yang dipimpin langsung oleh Kaisar Cladius.
KH Abdurrahman Wahid adalah pejuang hak-hak yang sifatnya asasi dalam diri masing-masing individu yang dikebiri kebebasannya, seperti halnya hak untuk berbudaya, hak memilih keyakinan, dan beragama.
Dalam kepercayaan yang bergulir selama ini, di hari Imlek dan Valentine, semua dewa-dewi ikut andil di dalamnya. Kalau dalam Imlek dipercaya dan dihormati dewa-dewi yang lebih dekat dengan keluarga, seperti dewa pintu, dewa dapur, dewa tanah, dewa kamar, dan dewa-dewi pelindung anak-anak. Di Valentine's Day dewa-dewi asmara dan dewa-dewi cinta ikut menyaksikan orang-orang yang merayakannya. Dalam Valentine's Day, kepercayaan itu berawal dari jasa St Valentino yang menikahkan laki-laki dan perempuan yang saling mencintai sebagai bentuk penentangan terhadap rezim Kaisar Cladius. Dengan keberaniannya itu, St Valentino akhirnya dijebloskan dalam penjara karena dianggap membangkang kepada Kaisar Cladius. Dari penjara bersinarlah dewa-dewi asmara cinta dan menyebar ke seluruh umat manusia yang ingin bercinta. Sebagai tanda terima kasih, mereka mengirimkan bunga dan ucapan keprihatin kepada pahlawan cinta yang berkontemplasi di dalam pernjara.
Begitu juga dengan Gus Dur dalam memperjuangkan hak-hak minoritas dan masyarakat yang tertindas. Gus Dur dihantam dan diruntuhkan habis-habisan oleh rival-rival politiknya dengan berbagai alasan karena Gus Dur dianggap lebih dekat kepada rakyat yang tertindas daripada mereka yang ingin berkuasa dan menindas. Bukti konkretnya, ketika mengeluarkan kebijakan perayaan Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional, banyak yang berpendapat bahwa Gus Dur telah mengeluarkan keputusan ngawur.
Maka saya kira perayaan Imlek dan Valentine's Day kali ini, bukan hanya dewa-dewi yang ikut menyaksikannya, arwah Gus Dur pun akan ikut dan bangga melihat etnik Tionghoa bisa dengan tenang merayakan Imlek.
Jatuhnya perayaan Imlek dan Valentine's Day yang bersamaan ini harus didasarkan kepada keharmonisan sosial, bukan hanya didasarkan kepada ritual keagamaan atau kenikmatan cinta dari masing pemeluk keyakinan. Agar dialektika antarsesama bisa berjalan sesuai dengan prinsip kita masing-masing keyakinan. Juga harus ada saling terbuka terhadap apa sebenarnya yang mereka rayakan agar kecurigaan dari yang tidak suka tidak menimbulkan konflik yang diskriminatif.
Pertanyaannya sekarang, apakah kita mempu menerjemahkan pesan dan nilai pluralis-humanistik di balik perayaan Imlek dan Valentine kali ini. Baik yang merayakan ataupun tidak. Ketika kita tidak mampu memaknai substansi dari perayaan yang berlangsung, akan menghambat kepada indahnya kebersamaan dan hakikat dari perbedaan. Karena bagaimanapun secara makna universal bangsa Indonesia heterogenitas kesukuan dan kebudayaan pengaruhnya sangat kuat menjalar terhadap ekstremisme agama dan keyakinan.
Maka dari itu, perayaan Imlek dan Valentine's Day harus menjadi aspirasi dan inspirasi kebangsaan agar falsafah hidup bersama yang tertanam dalam Bhinneka Tunggal Ika akan tetap terjaga, sebagaimana yang dicita-citakan Gus Dur. Bukan sebatas hura-hura tanpa makna.
Hal-hal yang dilakukan sebagai persiapan hari raya Imlek adalah:
- Tradisi Rapi dan Bersih. Membersihkan tempat usaha dan juga tempat tinggal seminggu sebelum hari Imlek tiba dalam artian untuk menghilangkan yang lama dan menyambut yang baru. Kalau bersih-bersih dilarang dilakukan waktu hari Imlek karena diyakini akan mengusir rejeki.
- Menghiasi rumah dengan bunga-bungan dan pohon kecil, membeli baju baru dan menggunting rambut, mencuci rambut yang diyakini akan membawa keberuntungan. Baju warna merah yang sangat disarankan.
- Menghiasi rumah dengan kertas-kertas yang ditulisi dengan puisi keberuntungan berpasangan dengan warna merah yang melambangkan harapan baik.
- Membayar semua hutang yang ada dan tidak boleh meminjam pada hari itu.
Segala perilaku dan tindakan yang dilakukan pada hari raya Imlek diyakini sangat menentukan tindakan orang tersebut pada satu tahun yang akan dialaminya. Manusia yang beruntung yakni manusia yang hari sekarangnya lebih baik dari hari kemarin.
Perayaan tahun baru Imlek mempynyai ciri khas pada ornamen-ornamen berwarna merah, kue keranjang, angpao, petasan/mercon, lentera, dan barongsai.
Bagi masyarakat China maka suasana Imlek sudah dirasakan sebulan sebelumnya dengan mengadakan aneka persiapan-persiapan sehingga toko-toko maupun supermarket yang menjual aksesoris-aksesoris untuk keperluan Imlek sudah mulai ramai didatangi masyarakat China.
Referensi
Referensi
http://singolion.multiply.com/notes/item/28
http://www.gusdur.net/Opinion/Detail/?id=204/hl=id/Imlek_Valentine_Dan_Gus_Dur
http://historyology.blogspot.com/2010/02/tahun-baru-imlek-merupakan-perayaan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Baru_Imlek
This post was written by: Taufiq A Simon
Taufiq Simon is a professional blogger, web designer and Windows user. Follow him on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Gong Xi Fat Choi Imlek di antara Cinta Gus dur”
Posting Komentar
Silahkan berkomentar untuk entri artikel di blog making duit.