This is not Scam Alias Bukan Jebakan Batman

Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal

Search This Blog

Selasa, 21 Juni 2011

Cara Mudah Cari Uang di Internet via aw survey





AWsurveys adalah sebuah situs website yang memungkinkan anda untuk komentar / pendapat anda atas suatu website yang ditunjuk oleh awsurveys dengan bayaran  $4 setelah  mereview . Kali ini asli gan bukan jebakan batman. ingin daftar klik disini.
kalo belum percaya, klik link ini.
http://subkioke.wordpress.com/2008/04/13/gaji-pertamaku-dari-aw-survey-masuk-paypal/

Bagaimana mungkin hanya mendaftar diwebsite nya trus menulis opini-opini yang cuman 5 kata langsung dapet duit. “ saya Ragu” untuk pertama kali saya mengunjungi site ini, lalu karena penasaran.  saya coba-coba cari tau tentang awsurvey. Alhasil, ternyata ada yang mengatakan awsurvey adalah Scam atau dengan kata lain penipu. Dan gak adil rasanya jika berfikir obyektif hanya dari satu sumber saja. Lalu saya coba mencari tau kenapa awsurvey dibilang scam. Dari beberapa hasil browsing, saya mendapatkan bahwa kenapa mereka mengatakan awsurveys adalah scam, alasan paling kuat adalah karena mereka tidak mendapat paid earning (pembayaran pendapatan) setelah mengikuti kegiatan survey di awsurveys. Lalu apa alasan mereka tidak mendapatkannya??dari hasil berkelana dengan mas google, ternyata menemukan refrensi yang menjelaskan bahwa mereka tidak mendapatkan pendapatan dari awsurveys karena banyak dari mereka yang melakukan kecurangan dari kesepakatan (TOS) yang dikeluarkan awsurveys. pelanggaran yang sering terjadi pada TOS tersebut adalah Setiap satu orang hanya diperbolehkan memiliki 1 account dalam 1 e-mail, 1 alamat IP. Merasa tertantang ingin membuktikannya GRATIS ini akhirnya saya mencobanya, dan sampai saat (1 minggu) ini saya mengumpulkan baru $35 dari awsurveys.

Mengapa banyak yang menganggap kalau site ini scam, karena mereka tidak tahu persyaratannya, oleh karena itu pembaca sangat direkomendasikan  untuk membaca ketentuannya dari link ini, berbahasa indonesia biar mudah difahami.
http://inosensi.blogspot.com/2011/10/ketentuan-layayan-aw-surveys.htmlhttp://inosensi.blogspot.com/2011/10/ketentuan-layayan-aw-surveys.html

Nah, jika kamu juga merasa tertantang untuk ingin membuktikannya dan berusaha ingin membuktikannya, langkah awal adalah melakukan registrasi agar kamu bisa login ke websitenya dan melakukan registrasi, kamu bisa langusng registrasi dengan meng-klik disini (reffreal). Lalu pilih create free account dan isi form yang tersedia sesuai data kamu, jika sudah klik tombol “create”

Setelah registrasi, silahkan kamu login dengan username dan password yang kamu buat tadi. Nanti kamu akan dihadapkan dengan kurang lebih 6 website yang harus kamu rivew (kamu berikan opini) wew banyak banget!!tenang, kamu gak perlu kasih opni yang rumit, singkat aja seperti: “nice site, u can be the best site” atau “exellent site, ur content is very relevant” atau apa sajalah kreasi kamu, gak lama koq paling sekitar 15menit, setelah kamu selesai review biasanya kamu akan memperoleh $1,80. ingat opini harus dalam bahasa inggris dan sesuai dengan kondisi website karena nanti akan dievaluasi manual oleh awsurveys nya, gak lucu kan klo web nya tentang elektronik kamu beri opini tentang obat nyamuk. Mudahkan, cuma mendaftar dengan gratis terus login dan rivew dapet $1.80

Yang perlu kamu perhatikan adalah, jangan membuat akun lebih dari satu dalam satu ip computer jika ingin mendapatkan bayaran dari awsurveys, perbanyaklah rifferal karena kamu akan mendapatkan $0.1 dari setiap referral. Semua pendapatan kamu dapat dirandem (diambil/dicairkan) jika sudah mencapai minimal $75 untuk lengkapnya bacalah kesepakatannya. dan pembayaran pendapatan kamu dilakukan dengan cara ditransfer ke account paypal kamu yang nantinya dapat ditarik tunai di rekening tabungan kamu sesuai bank yang kamu pakai.


all about making money in twitter,blogger and internet

02.48 by Taufiq Affandi Simon · 19

Making Money Without Money Via AW $urvey




Making money without money..Awsurveys is a web site that allows you to comment / your opinion on a website designated by awsurveys a fee of $ 4 after reviewing. This time instead of the original gan trap Batman. wish list click here
How is it possible to register only his trus diwebsite write opinions cuman 5 words directly get money. "I Feel" for the first time I visited this site, and then because of curiosity. I try to pick out all about awsurvey. As a result, it turns out there who say awsurvey is Scam or in other words a liar. And it's not fair if only to think objectively from one source. Then I try to find exactly know why awsurvey scam. From some of the results of browsing, I get that why they said awsurveys is a scam, the most powerful reason is because they do not get paid earnings (income payments) after participating in the survey activities awsurveys. Then what is the reason they do not get it? From traveling with google mas, it was found references that explain that they do not get revenue from awsurveys because many of those who commit fraud of the agreement (TOS) issued awsurveys. violations that often occur in these TOS are Every single person is allowed only one account in an e-mail, an IP address. Felt challenged to prove this FREE I finally tried it, and until (1 week), I collect a new $ 35 from awsurveys.
Well, if you also want to feel challenged to prove it and try to prove it, the first step is to register so that you can log into the website and register, you can directly register by clicking here (reffreal). Then select create free account and fill out the form are available to suit your data, if already click the "create"
After registration, please login with your username and password that you created earlier. Later you will be faced with more than 6 websites that you have to rivew (you give opinion) wew loads! Quiet, you do not need a complicated love opni, wrote a brief as: "nice site, u can be the best site" or " exellent site, ur content is very relevant "or whatever your creations, not long koq most about 15 min, after you finish the reviews usually you will get $ 27. recalled lots should be in English and in accordance with the conditions of the website because it will be evaluated manually by awsurveys her, not funny its web klo about electronics you give lots of insect repellent. Make it easy, just sign up for free continues to log in and rivew get $ 27
All you have to consider is, do not create more than one computer in a single ip if you want to get paid from awsurveys, perbanyaklah rifferal because you will get $ 1.25 for each referral. All the income you can dirandem (taken / thawed) if it reaches a minimum of $ 75 to read FAQ. and income payments made by you are transferred to your paypal account that can later be withdrawn in cash in your savings account according to the bank you are wearing.


all about making money in twitter,blogger and internet

02.33 by Taufiq Affandi Simon · 1

Senin, 20 Juni 2011

Pendidikan di Indonesia


1. Pengantar

Kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke- 105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke- 12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP). Apa makna data-data tentang rendahnya kualitas pendidikan Indonesia ityu? Maknanya adalah, jelas ada something wrong (masalah) dalam sistem pendidikan Indonesia. Ditinjau secara perspektif ideologis (prinsip) dan perspektif teknis (praktis), berbagai masalah itu dapat dikategorikan dalam 2 (dua) masalah yaitu :

Pertama, masalah mendasar, yaitu kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan penyelenggaran

sistem pendidikan.

Kedua, masalah-masalah cabang, yaitu berbagai problem yang berkaitan aspek praktis/teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya sarana fisik, rendahnya kesejahteraaan guru, dan sebagainya.

Walhasil, jika pendidikan kita diumpamakan mobil, mobil itu berada di jalan yang salah yang –sampai kapan pun—tidak akan pernah menghantarkan kita ke tempat tujuan (masalah mendasar/paradigma).

Di samping salah jalan, mobil itu mengalami kerusakan dan gangguan teknis di sana-sini : bannya kempes, mesinnya

bobrok, AC-nya mati, lampu mati, dan jendelanya rusak (masalah cabang/praktis).

2. Masalah Mendasar : Sekularisme Sebagai Paradigma Pendidikan

Jarang ada orang mau mengakui dengan jujur, sistem pendidikan kita adalah sistem yang sekular-materialistik. Biasanya yang dijadikan argumentasi, adalah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 4 ayat 1 yang berbunyi, "Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air."

Tapi perlu diingat, sekularisme itu tidak otomatis selalu anti agama. Tidak selalu anti "iman" dan anti "taqwa". Sekularisme itu hanya menolak peran agama untuk mengatur kehidupan publik, termasuk aspek pendidikan. Jadi, selama agama hanya menjadi masalah privat dan tidak dijadikan asas untuk menata kehidupan publik seperti sebuah sistem pendidikan, maka sistem pendidikan itu tetap sistem pendidikan sekular, walaupun para individu pelaksana sistem itu beriman dan bertaqwa (sebagai perilaku individu).

Sesungguhnya diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Hal ini dapat dibuktikan antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,

profesi, advokasi, keagaman, dan khusus.

Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia salih yang berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.

Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek kehidupan.

Hal ini juga tampak pada BAB X pasal 37 UU Sisdiknas tentang ketentuan kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang mewajibkan memuat sepuluh bidang mata pelajaran dengan pendidikan agama yang tidak proposional dan tidak dijadikan landasan bagi bidang pelajaran yang lainnya.

Ini jelas tidak akan mampu mewujudkan anak didik yang sesuai dengan tujuan dari pendidikan nasional sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kacaunya kurikulum ini tentu saja berawal dari asasnya yang sekular, yang kemudian mempengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya bagi proses penguasaan tsaqâfah Islam dan pembentukan kepribadian Islam.

Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang pandai yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan tsaqâfah Islam. Berapa banyak lulusan pendidikan umum yang tetap saja ‘buta agama’ dan rapuh

kepribadiannya? Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai tsaqafah Islam dan secara relatif sisi kepribadiannya tergarap baik. Akan tetapi, di sisi lain, ia buta terhadap perkembangan sains dan teknologi.

Akhirnya, sektor-sektor modern (industri manufaktur, perdagangan, dan jasa) diisi oleh orang-orang yang relatif awam terhadap agama karena orang-orang yang mengerti agama terkumpul di dunianya sendiri (madrasah, dosen/guru agama, Depag), tidak mampu terjun di sektor modern.

Jadi, pendidikan sekular memang bisa membikin orang pandai, tapi masalah integritas kepribadian atau perilaku, tidak ada jaminan sama sekali. Sistem pendidikan sekular itu akan melahirkan insan pandai tapi buta atau lemah pemahaman agamanya. Lebih buruk lagi, yang dihasilkan adalah orang pandai tapi korup. Profesional tapi bejat moral. Ini adalah out

put umum dari sistem pendidikan sekular.

Mari kita lihat contoh negara Amerika atau negara Barat lainnya. Ekonomi mereka memang maju, kehidupan publiknya nyaman, sistim sosialnya nampak rapi. Kesadaran masyarakat terhadap peraturan publik tinggi.

Tapi, perlu ingat bahwa agama ditinggalkan, gereja-gereja kosong. Agama dilindungi secara hukum tapi agama tidak boleh bersifat publik. Hari raya Idul Adha tidak boleh dirayakan di lapangan, azan tidak boleh pakai mikrofon. Pelajaran agama tidak saja absen di sekolah, tapi murid-murid khususnya Muslim tidak mudah melaksanakan sholat 5 waktu di sekolah. Kegiatan seks di kalangan anak sekolah bebas, asal tidak melanggar moral publik. Narkoba juga bebas asal

untuk diri sendiri. Jadi dalam kehidupan publik kita tidak boleh melihat wajah agama.

Sistem pendidikan yang material-sekularistik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari system kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekular. Dalam sistem sekular, aturan-aturan, pandangan, dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Karena itu, di tengah-tengah sistem sekularistik ini lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama.

3. Masalah-Masalah Cabang

Masalah-masalah cabang yang dimaksud di sini, adalah segala masalah selain masalah paradigma pendidikan, yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Masalah-masalah cabang ini tentu banyak sekali macamnya, di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut :

3.1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami

kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

3.2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri)

dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).

Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di

tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3.3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).

3.4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia

internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai Negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

3.5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan.

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut

3.6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

3.7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, "sesuai keputusan Komite Sekolah". Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya

memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

4. Solusinya

4.1. Solusi Masalah Mendasar

Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Ini sangat penting dan utama.

Ibarat mobil yang salah jalan, maka yang harus dilakukan adalah : (1) langkah awal adalah mengubah haluan atau arah mobil itu terlebih dulu, menuju jalan yang benar agar bisa sampai ke tempat tujuan yang diharapkan. Tak ada artinya mobil itu diperbaiki kerusakannya yang macam-macam selama mobil itu tetap berada di jalan yang salah. (2) Setelah membetulkan arah mobil ke jalan yang benar, barulah mobil itu diperbaiki kerusakannya yang bermacam-macam.

Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan diselesaikan, baik itu masalah rendahnya sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan gutu, prestasi siswa, kesempatan pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.

Solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan yang ada, dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asas yang lain.

Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam system pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.

4.2. Solusi Masalah-Masalah Cabang

Seperti diuraikan di atas, selain adanya masalah mendasar, sistem pendidikan di Indonesia juga mengalami masalah-masalah cabang, antara lain :

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan gutu,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

(7). Mahalnya biaya pendidikan.

Untuk mengatasi masalah-masalah cabang di atas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

Maka, solusi untuk masalah-masalah cabang yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan gutu, dan mahalnya biaya pendidikan-- berarti menuntut juga perubahan system ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

5. Sistem Pendidikan Islam

Seperti diungkapkan di atas, sistem pendidikan Islam merupakan solusi mendasar untuk mengganti sistem pendidikan sekuler saat ini. Bagaimanakah gambaran sistem pendidikan Islam tersebut? Berikut uraiannya secara sekilas.

5.1. Tujuan Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni:

Pertama, berkepribadian Islam. Ini sebetulnya merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim. Intinya, seorang Muslim harus memiliki dua aspek yang fundamental, yaitu pola pikir ('aqliyyah) dan pola jiwa (nafsiyyah) yang berpijak pada akidah Islam.

Untuk mengembangkan kepribadian Islam, paling tidak, ada tiga langkah yang harus ditempuh, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw., yaitu:

1. Menanamkan akidah Islam kepada seseorang dengan cara yang sesuai dengan kategori akidah tersebut, yaitu sebagai 'aqidah 'aqliyyah; akidah yang muncul dari proses pemikiran yang mendalam.

2. Menanamkan sikap konsisten dan istiqâmah pada orang yang sudah memiliki akidah Islam agar cara berpikir dan berprilakunya tetap berada di atas pondasi akidah yang diyakininya.

3. Mengembangkan kepribadian Islam yang sudah terbentuk pada seseorang dengan senantiasa mengajaknya untuk bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqâfah islâmiyyah dan mengamalkan ketaatan kepada Allah SWT.

Kedua, menguasai tsaqâfah Islam. Islam telah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu. Berdasarkan takaran kewajibannya, menurut al-Ghazali, ilmu dibagi dalam dua kategori, yaitu:

1. Ilmu yang termasuk fardhu 'ain (kewajiban individual), artinya wajib dipelajari setiap Muslim, yaitu tsaqâfah Islam yang terdiri dari konsepsi, ide, dan hukum-hukum Islam; bahasa Arab; sirah Nabi saw., Ulumul Quran, Tahfizh al-Quran, ulumul hadis, ushul fikih, dll.

2. Ilmu yang dikategorikan fadhu kifayah (kewajiban kolektif); biasanya ilmu-ilmu yang mencakup sains dan teknologi serta ilmu terapan-keterampilan, seperti biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik, dll.

Ketiga, menguasai ilmu kehidupan (IPTEK). Menguasai IPTEK diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan baik. Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardlu kifayah, yaitu jika ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat, seperti kedokteran, kimia, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll.

Keempat, memiliki keterampilan yang memadai. Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT. Sebagaimana penguasaan IPTEK, Islam juga menjadikan penguasaan keterampilan sebagai fardlu kifayah, yaitu jika keterampilan tersebut sangat dibutuhkan umat, seperti rekayasa industri, penerbangan, pertukangan, dan lainnya.

5.2. Pendidikan Islam Adalah Pendidikan Terpadu

Agar keluaran pendidikan menghasilkan SDM yang sesuai harapan, harus dibuat sebuah sistem pendidikan yang terpadu. Artinya, pendidikan tidak hanya terkonsentrasi pada satu aspek saja. Sistem pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan yang unggul. Dalam hal ini, minimal ada 3 hal yang harus menjadi perhatian, yaitu :

Pertama, sinergi antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur di atas. Sebab, ketiga unsur di atas menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar.

Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah-tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba, dan sebagainya. Pada saat yang sama, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum. Apalagi jika pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.

Kedua, kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Kurikulum sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya.

Selain muatan penunjang proses pembentukan kepribadian Islam yang secara terus-menerus diberikan mulai dari tingkat TK hingga PT, muatan tsaqâfah Islam dan Ilmu Kehidupan (IPTEK, keahlian, dan keterampilan) diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya masingmasing.

Pada tingkat dasar atau menjelang usia baligh (TK dan SD), penyusunan struktur kurikulum sedapat mungkin bersifat mendasar, umum, terpadu, dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya.

Khalifah Umar bin al-Khaththab, dalam wasiat yang dikirimkan kepada gubernur-gubernurnya, menuliskan, "Sesudah itu, ajarkanlah kepada anak-anakmu berenang dan menunggang kuda, dan ceritakan kepada mereka adab sopan-santun dan syair-syair yang baik."

Khalifah Hisyam bin Abdul Malik mewasiatkan kepada Sulaiman al-Kalb, guru anaknya, "Sesungguhnya anakku ini adalah cahaya mataku. Saya mempercayaimu untuk mengajarnya. Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dan tunaikanlah amanah. Pertama, saya mewasiatkan kepadamu agar engkau mengajarkan kepadanya al-Quran, kemudian hapalkan kepadanya al-Quran…" Di tingkat Perguruan Tinggi (PT), kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh.

Ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme, misalnya, dapat diperkenalkan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami Islam secara utuh. Pelajaran ideologi selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan dan dipahami cacat-celanya serta ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.

Ketiga, berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Ketiga hal di atas merupakan target yang harus dicapai. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.

5.3. Pendidikan Adalah Tanggung Jawab Negara

Islam merupakan sebuah sistem yang memberikan solusi terhadap berbagai problem yang dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan fitrah manusia. Dalam konteks pendidikan, Islam telah menentukan bahwa negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan system pendidikan yang diterapkan dan mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda: Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Perhatian Rasulullah saw. terhadap dunia pendidikan tampak ketika beliau menetapkan para tawanan Perang Badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh orang penduduk Madinah. Hal ini merupakan tebusan. Dalam pandangan Islam, barang tebusan itu merupakan hak Baitul Mal (Kas Negara). Tebusan ini sama nilainya dengan pembebasan tawanan Perang Badar. Artinya, Rasulullah saw. telah menjadikan biaya pendidikan itu setara nilainya dengan barang tebusan yang seharusnya milik Baitul Mal. Dengan kata lain, beliau memberikan upah kepada para pengajar (yang tawanan perang itu) dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal. Kebijakan beliau ini dapat dimaknai, bahwa kepala negara bertanggung jawab penuh atas setiap kebutuhan rakyatnya, termasuk pendidikan. Imam Ibnu Hazm, dalam kitabnya, Al-Ihkâm, menjelaskan bahwa kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah Kekhalifahan Islam, kita akan melihat begitu besarnya perhatian para khalifah terhadap pendidikan rakyatnya.

Demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya. Imam ad-Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari al-Wadliyah bin Atha' yang menyatakan, bahwa di kota Madinah pernah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak.

Khalifah Umar bin al-Khaththab memberikan gaji kepada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar=4,25 gram emas). Perhatian para khalifah tidak hanya tertuju pada gaji pendidik dan sekolah, tetapi juga sarana pendidikan seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll. Pada masa Kekhilafahan Islam, di antara perpustakaan yang terkenal adalah perpustakaan Mosul didirikan oleh Ja‘far bin Muhammad (w. 940 M). Perpustakaan ini sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca atau menyalin. Pengunjung perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang diperlukan secara gratis, seperti pena, tinta, kertas, dll. Bahkan para mahasiswa yang secara rutin belajar di perpustakaan itu diberi pinjaman buku secara teratur. Seorang ulama Yaqut ar-Rumi memuji para pengawas perpustakaan di kota Mer Khurasa karena mereka mengizinkan peminjaman sebanyak 200 buku tanpa jaminan apapun perorang. Ini terjadi pada masa Kekhalifahan Islam abad 10 M. Bahkan para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya.

Marilah kita bergegas membangun sistem pendidikan Islam, dalam negara Khilafah, yang akan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam. Generasi inilah yang akan mampu mewujudkan kemakmuran dan kemuliaan peradaban manusia di seluruh dunia. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.

- - - - -

*Disampaikan dalam Seminar Nasional " Potret Pendidikan Indonesia Antara Konsep, Reality dan Solusi" diselenggarakan oleh Forum Ukhuwah dan Studi Islam (FUSI) Universitas Negeri Malang, Ahad 7 Mei 2006

**Pengamat Pendidikan Islam; Ketua Lajnah Tsaqafiyah HTI DIY; dosen STEI Hamfara Yogyakarta; mahasiswa Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

02.39 by Taufiq Affandi Simon · 0

Minggu, 19 Juni 2011

Maafkan ayah, anak ku! Urungkan Niatmu Untuk Jadi Sarjana


“Maafin aku nak ya,urungkan niatmu untuk menjadi sarjana. Ayah tidak sanggup menyediakan uang sebesar itu dalam waktu sekejap,” kata itu mungkin yang sering muncul dari seeorang ayah yang anaknya diterima menjadi mahasiswa jalur undangan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Dulu jalur ini dikenal dengan PMDK.

Bagaimana tidak, seorang teman di facebook, Coen Husain Pontoh, menuliskan keluh kesahnya di statusnya. “Keponakan saya keterima di salah satu universitas terkemuka di pulau Jawa melalui jalur “undangan.” Tapi untuk bisa masuk kuliah ia pertama kali harus bayar Rp. 40 juta kontan,” tulisnya, “Kampusnya terkenal sebagai kampus rakyat, namanya: Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta,” (http://www.facebook.com/home.php#!/coenhusainpontoh/posts/10150185073318500)

Bayangkan saja, orang tua yang gajinya di atas upah minimum, katakanlah Rp. 2,5 juta/bulan, belum tentu bisa menyediakan uang sebesar itu dalam waktu yang singkat. Kecuali kalau orang tua itu nyambi korupsi tentunya. Padahal upah minimum seorang buruh atau karyawan/karyawati di Jakarta berkisar Rp. 1,2 jutaan.Pada situs Pemprov DKI Jakarta pada tanggal 29 Nov 2010 diberitakan bahwa Upah Minimum DKI Jakarta ( UMP / UMR DKI Jakarta ) tahun 2011 telah ditetapkan, yaitu sebesar Rp 1.290.000 per bulan per orang.

Apa ini artinya? Artinya, jika kita anak seorang buruh yang gajinya sesuai upah minimum atau 2 kalinya upah minimum yang ditetapkan pemerintah, maka kita dilarang untuk menjadi mahasiswa. Kampus hanya untuk orang kaya. Orang miskin, dilarang masuk kampus untuk belajar.

Yang boleh belajar di kampus adalah orang-orang kaya. Sementara jika pendidikan tinggi adalah salah satu pintu masuk untuk merubah kehidupan agar lebih baik, maka pintu itu sekarang sudah berlahan-lahan ditutup. Yang kaya makin kaya dan yang miskin tetaplah miskin.

Tak peduli di negeri yang mengklaim berdasarkan Pacasila, yang berdasarkan Ketuhanan, Kamanusiaan dan Keadilan Sosial. Yang jelas di negeri ini, anak orang miskin silahakan minggir dari pendidikan tinggi. “Salah sendiri loe miskin, orang miskin, mampus aja loe,” mungkin itu kata-kata yang muncul di pikiran, hati dan lisan para petinggi negeri ini yang membiarkan komersialisasi pendidikan semakin menggila..

Nak, urungkan niatmu jadi sarjana ya…

Sudah jangan menangis terus, Nak…Mungkin kita hidup di negeri yang salah…Di negeri yang menganggap orang-orang miskin hanya sekedar angka bukan warga negara…

http://mahasiswastan.wordpress.com/2011/05/20/nak-urungkan-niatmu-jadi-sarjana/


00.07 by Taufiq Affandi Simon · 0

Senin, 13 Juni 2011

Cara Membuat Gambar Header Pada Blog




Sebagai pemula, saya pingin juga menambah gambar di header blog saya. Terkadang saya juga bosan dengan gambar bawaan template yang sudah terpasang. Nah, ini adalah hasil tanya sana-sini, yang kemudian saya praktikkan. Semoga bisa membantu.
  1. Lakukan back up template anda. Seperti biasa, langkah pertama sebelum kita melakukan perubahan pada template ini sangat penting dilakukan, supaya bila ada yang salah, kita masih bisa mengembalikan tempalte yang sebelumnya.
  2. Upload gambar yang anda ingin pasang di header blog anda di layanan hosting gambar atau foto. Anda bisa memakai Picasa atau layanan gratisan yang lain.
  3. Masuklah ke Dashboard blogger anda, klik pada tab Layout, langkah ini akan membawa anda pada halaman Add and Arrange Page Elements.
  4. Klik pada tab Edit HTML yang akan membuka halaman Edit Template. Anda tidak perlu mencentang atau mencontreng kotak Expand Widget Template.
  5. Cari kode berikut ini:

#header-wrapper {
width:660px;
margin:0 auto 10px;
border:1px solid $bordercolor;
}
  1. Pada keterangan width:660px; menunjukkan lebar header yang diatur. Kalau tidak dapat menemukan di header-wrapper, bisa Anda coba cari di Outer-wrapper atau di Content-wrapper.
  2. ·  Buatlah gambar dengan lebar 660px dan simpan di dalam komputer Anda
  3. ·  Di dalam dasbor, pilih Tata Letak dan klik Elemen Halaman.
  4. ·  Klik Edit pada kolom Header ( bagian paling atas )
  5. ·  Browse dan ambil gambar yang sudah disiapkan di komputer AndaSetelah gambar berhasil diambil, ada dua pilihan yang muncul:
    DI BALIK JUDUL DAN KETERANGAN :artinya Judul dan deskripsi blog yang ditulis akan muncul bersama gambar yang dipilih
    SELAIN JUDUL DAN KETERANGAN :artinya Judul dan deskripsi blog akan tersembunyi, hanya gambar yang tampil.Selamat mencoba

all about making money in twitter,blogger and internet

03.31 by Taufiq Affandi Simon · 12

Sabtu, 11 Juni 2011

Cara Membuat Tulisan Terbalik dan Script nya



 Terkadang kita perlu sesuatu yang unik untuk mengekspresikan diri di layar laptop, tulisan adalah hal yang pertama yang dilihat oleh pembaca,, nah disini ada trik supaya tulisan kita menjadi terbalik, di blog ini juga menyediakan layanan untuk anda gunakan bila menginginkan tulisannya terbalik juga cara membuat tulisan terbalik beserta script tulisa terbalik.

Anda bisa lihat pada side bar sebelah kanan dengan judul"Ketik Tulisan Terbalik". anda tinggal ketik kata yang anda inginkan, dan secara otomatis, akan muncul tulisan terbalik pada kotak teks di bawahnya.
jika anda memerlukan script untuk tulisan terbalik, inilah scriptnya:

18.35 by Taufiq Affandi Simon · 1

Jumat, 10 Juni 2011

David Hume's Theory of Ideas, Experience, and Impression




II.1. A brief history of David Hume
Just like Imam Bonjol

Hume was born in Edinburgh, Scotland on 26 April 1711 by his real name David Home. But in 1734 he changed his name because in England difficulty saying "Home" by way of Scotland. Hume is the couple's son Joseph chrinside and Khaterine Falcorner. But his father died at the age of Hume was a kid, so he was raised by his mother[1].

In Hume's education problems getting an excellent education. With the estate left by his father. Hume enroll at the University of Edinburgh to study classics. But Hume was not satisfied with the education he received, then he decided to leave the University and he chose to go to France and became a great philosopher.

A too "Ardent submission" to his studies threatened his health, and in 1734, determined to try a complete change of scene and occupation, Hume entered a business house in Bristol. In A Few months he found "the scene totally unsuitable," and he set out for France, resolved "to make a very rigid frugality supply my deficiency of fortune, to maintain unimpaired my independency, and to regard every object as contemptible, except the improvement of my talents in literature. " He visited Paris, resided for a time at Rheims, and then settled at La Fleche, Descartes Nowhere Had gone to school. During his three years in France he wrote the 'Treatise of Human Nature', and in 1737 returned to London to attend to its publication. It appeared in three volumes During 1739-1740. Contrary to his expectations, his first effort "Fell deadborn from the press, without reaching Such distinction as even to excite a murmur Among the zealots[2]."

Upon the failure of his book Hume retired to Ninewells and Devoted Himself to study, mainly in politics and economics. In 1741 he published the first volume of his 'Essays, Moral and Political', the which enjoyed success Such a second That edition was Brought out the Following year. Also at That time he Issued a second volume of Essays. He continued to look about for a position That Would uterus secure independence, and in 1744 tried hard to obtain the chair of moral philosophy at Edinburgh. Failing in this attempt, he accepted the post of tutor to the Marquis of Annandale, WHO Had been declared a lunatic by the court. Upon his dismissal a year later, Hume accepted the office of secretary to General St.. Clair, a distant relative, the WHO was engaged in an "expedition the which was at first meant against Canada, but ended in an incursion on the coast of France." After the failure of this venture he accompanied the general on a "military embassy to the Courts of Vienna and Surin" on the which he "wore the uniform of an officer and was introduced at these Courts as aide-de-camp to the general." He remarks That these two years (1746-48), "Almost the only interruption the which my studies have received During the course of my life," enabled uterus to return to Scotland "master of near a thousand pounds
Since then until his death in 1776 he spent more time of his life in France. As Descartes, Hume also left many in the following[3]:

A Treatise of Human Nature, 1739-1740: Essays, Moral, Political and Literary, 1741-1742: An Enquiry Concerning Human Understanding, 1748, An Enquiry Concerning the Principles of Morals \, 1751; Political Discourses, 1752; Four Dissertation, 1757 ; Dialogues Concerning Natural Religion, 1779; and Immortality of the Soul, 1783.35.

An Enquiry Concerning Human Understanding and An Enquiry Concerning the Principles of Morals is a summary and revision of the book A Treatiseof Human Nature.

In the spring of 1775 Hume was Stricken with a troublesome though not painful illness. Preparing Himself for "a speedy dissolution," he wrote a short Autobiography, in the which he drew his own character. "I am," he wrote, "or rather was (for that is the style, I must now use in speaking of myself; the which emboldens me the more to speak my Sentiments) I was, I say, a man of mild dispositions, of command of temper, and of an open, social, and Cheerful humor, capable of attachment, but little susceptible of enmity, and of great moderation in all my passions. Even my love of literary fame, my ruling passion, never soured my temper , notwithstanding my frequent disappointments. "

A visit to Bath in 1776 seemed at first to relieve his sickness, but on the return journey more alarming symptoms developed, his strength rapidly sank, and, little more than a month later, he Died in Edinburgh on August 25, 1776. And throughout his life, Hume never married

II.2. The Concept of David hume’s Philosophical Thinking
Human effort to gain knowledge is absolute and must have taken place continuously. However, there is a strong epistemological tradition to base itself on the human experience that left the goal to obtain an absolute and certain knowledge that, one of which is the empiricism[4].

The empirical view that human knowledge can be gained through experience. Empiricism Hume other philosophers like epistemological principle that says, "nil est quod non antea fuerit intelectu in sensu" meaning, "no one else had in mind that there is no advance on sensory data[5].

David Hume argued that the experience is made of the relations of impressions and ideas. the idea that all the contents of our conscious experience can be broken down into two categories, impressions and ideas. Hume says that the term "impression" (impression) refers to "all our perceptions when we hear, see, feel, love, hate, desire or wish. Different impression of the ideas, not in content but in the strength and spirit, with which they touch us. The idea is based on the memory image impression or thoughts about the impression. Hume added that all ideas are basically derived from the impression[6].

According to Hume there are two kinds of knowledge are distinguished by the acquisition process. First is the impression or knowledge gained directly from experience, both outer and inner experiences experiences. The knowledge gained from this impression is clear, 'live', and strong. For example, the knowledge that 'hot fire' which is obtained from directly touching the flame will be clearer and stronger than the knowledge that 'hot fire' of physics textbooks or stories of people[7].

The second type of knowledge is the idea or knowledge gained from the link or connecting various impressions and other knowledge that has been obtained previously. The idea is the result of the process of thinking, remembering, comparing, linking, or fantasize. Most human knowledge is an idea. In this case our knowledge about something is often vague or simply utopian.  The impression intended to be a direct sensing of external reality, and the idea is the memory of impressions. For example if we burned our hands will get hot with the immediate impression. And after that we remember that the hands will burn hot, this is called the idea of ​​memory. In other words impressionlah that makes us recognize the reality. Who's idea is a clone from a vague impression.  Hume argued that the impression or idea can be simple (single) can also be complex (compound). An idea is an extension of an impression. For example, a single idea coming from a single impression. For example the idea of ​​a fire, originating from the sensory impression of the fire. Who's idea came from a collection of compound impression compound[8].

Furthermore, in removing empty terms, Hume mununjukkan a reductive way of cleaning, meaning that examine the complex ideas are commonly used, the extent to which the idea of ​​accountability can be accounted for. Is it complex ideas can be returned to the simple idea that shape it. If a term is not proven presents ideas that can be analyzed into simple ideas, then the term has no meaning.

Hume's theory about the experience begins with the idea that all the contents of our conscious experience can be split into two categories namely ide.Hume impression and said that the term impression (impression) refers to all of our perceptions are more vivid when they hear, see, feel, love, hate, menghendaki. Impression different from the idea, not in content but in the strength and spirit, with which they touch us. On the other hand, the idea is based on the memory image impression or thoughts about the impression, the latter often involves the ability of our imagination that gives the product idea, that maybe we have a direct bearing on the territory of the impression. Nevertheless, all the basic idea comes from the impression.

14.48 by Taufiq Affandi Simon · 0